Salah satu sisi Hoan Kiem Lake |
Taman yang terletak di jantung kota ini memiliki danau berair kehijauan di tengahnya. Dan perbedaan yang paling mencolok di sini karena keberadaan sebuah klenteng di tengah-tengah danaunya. Ratusan turis datang berkunjung setiap harinya-dengan melewati sebuah jembatan merah yang menghubungkannya. Untuk bisa masuk ke area kuil Ngoc Son, turis asing dikenakan tiket masuk 20.000 VND (Rp10.000). Harganya "ngetok" turis asing abis, kan?! Kenyataannya saya pun kalah oleh rasa penasaran yang menggalau di hati.
Klenteng yang biasanya dikenal dengan nama Temple of the Jade Mountain ini didedikasikan untuk penganut Taoisme. Tak usah ditanya lagi di dalamnya ada apa selain altar persembahan dan aroma dupa yang menyengat. Saya sendiri juga lupa dengan cerita panjang sejarahnya yang dipajang di dinding. Dulu di danau ini ada kura-kura raksasa yang diyakini warga lokal sebagai hewan suci (Vietnam emperor). Namun kini tubuhnya sudah terbujur kaku di display kaca, alias diawetkan menjadi tontonan para turis. Setelah itu saya langsung keluar karena memang tidak ada apa-apa lagi. Keluar duit seharga makan di warteg cuma untuk beberapa menit saja. Hadeuh!
Jembatan tempat turis bernarsis ria |
Gerbang masuk ke Ngoc Son Temple |
Tatapannya lumayan mengerikan |
Selain yang sibuk berbisnis sungguhan, ada pula orang yang "sibuk" sendiri dengan melakukan aktivitas aneh pada saat itu. Hampir setiap pedestrian berhenti cuma untuk melihat seorang bapak bermain golf di atas paving block. Kelihatannya seru, karena setiap orang penasaran akan jenis permainan baru apa ini. Sampai saya melihat bahwa bola yang ia gunakan adalah semacam shuttlecock. Cara mainnya juga aneh, cuma diayunkan saja tongkatnya seperti bermain golf. Lalu diulang hal yang sama terus-menerus. Si bapak larut dalam permainannya itu sehingga tidak peduli sekitarnya lagi. Entah kami semua yang sedang dibegoin atau memang si bapak tua itu yang gelo.
Bisnis lukis yang laris |
Si ibu langsung tersenyum begitu tahu saya sedang memotretnya |
Boleh juga, tuh! (karyanya.... ;P) |
Si bapak sedang mempromosikan jenis "permainan" baru |
Saya foto bapak yang lagi main golf, kok.. Sumpah! (hehehe..) |
Komunitas lainnya yang paling menarik perhatian saya adalah sekumpulan remaja yang sedang bermain Jianzi (mirip sepak takraw). Mereka membentuk lingkaran dan saling oper-operan shuttlecock. Kelihatannya memang sederhana, namun seru banget karena memang nampaknya nggak ada peraturan dalam bermain. Bola dilambungkan dengan menggunakan kaki asalkan tidak jatuh ke tanah. Saya pun sempat merekamnya selama semenit.
Jika beberapa warga lokal suka berkumpul dan melakukan kegiatan bersama teman-temannya, maka ada yang lebih suka "menyendiri" untuk menikmati momen teduh di taman. Makanya saya sudah nggak heran lagi bila sering melihat dua sejoli muda-mudi lagi asyik berangkulan. Tidak seperti gaya pacaran alay Jakarta yang gemar berbuat "sesuatu" di ruang tertutup. Jika di Indo berbuatnya di dalam kamar kos atau bilik warnet, maka pasangan di sini ya di bangku taman. Memang cuma sebatas bercumbu aja, sih... namun ingat tempat juga kali.. Nggak segan-segan mereka beraksi tanpa peduli tempat dan waktu meski di siang bolong pula. hahaha...
Gerbang masuk ke arah jembatan |
Kali ini saya foto bocah yang lagi bergaya, kok.. Sumpah! (hehehe...) |
Hoan Kiem Lake memang selalu hidup dengan segala macam aktivitas, dari yang seru hingga yang nyeleneh. Atmosfernya saya anggap bersahabat karena di jantung kotanya sendiri telah menyediakan fasilitas yang sangat nyaman untuk warganya. Terlihat dari bagaimana mereka beraktivitas sambil bercengkerama dengan asyiknya tanpa ada gangguan dari luar. Saya sendiri bahkan tidak melihat satu orang pun yang sibuk sama gadget-nya sendirian macam anak-anak muda di ibu kota kita. Yap, taman yang bersosialisasi.
Yah, pokoknya begitulah hobi saya ini di saat traveling. Suka memperhatikan lingkungan sekitar dan juga tradisi kebiasaan daerahnya. Selalu stand by mata, telinga, dan kamera! Karena kita tak pernah tahu momen unik bisa saja terjadi kapan saja tanpa kita sadari. Karena traveling itu tidak hanya melihat, namun juga harus dirasakan, bukan?
No comments:
Post a Comment