Keluyuran Malam di Malang Bersama "Si Kehed"

Ya, benar.. ini siang. Bukan malam (kurang foto)
Salah satu cara untuk menikmati "angin" perjalanan tak lain lagi adalah dengan cara berkendara sepeda/motor. Namun di posting-an kali ini Makan Angin membahas khusus motor saja. Selain praktis dan mudah "dibawa", motor biasanya dipilih oleh para fotografer ataupun penikmat pemandangan yang hobinya sebentar-sebentar berhenti ke pinggir jalan (nggak cuma saya aja, kan yang begitu?). Bayangkan saja sendiri bila pakai mobil..? Repot banget, kan? Dan dengan motor pandangan jadi lebih leluasa tanpa terhalang sekat jendela ataupun atap. Oleh sebab itu, saya dan Thomas menyewa motor untuk keliling sekitaran Malang pada akhir 2013 lalu.

Bukanlah hal yang sulit untuk mencari motor sewaan di kota Malang. Karena beberapa tourist info sudah bekerja sama dengan salah satu penginapan terkenal yang juga sekaligus merangkap rental motor, Jona's homestay. Namun beda ceritanya ketika kami berada di sana pada saat high season. Ya, mencari motor sewaan bagaikan mencari jarum di dalam tumpukan jerami. 

Setelah melewati perjuangan yang sangat panjang, akhirnya kami mendapat motor tepat pada saat petang menjelang. Bukan dari Jona's, namun kami mendapatkannya dari rental lain yang membuat kami harus berjalan kaki ke Stadion Gajayana untuk mengambil bendanya. Maka kami gunakanlah benda itu semaksimal mungkin ke beberapa tujuan wisata di Malang hingga malam tiba.

Perut terasa seperti mulai berteriak setelah melewati perjuangan seharian. Naluri backpacker membuat beberapa warung tenda di depan stasiun Kota Malang seakan-akan memanggil kami untuk segera mampir. Lapar yang tak tertahankan menyuruh kami untuk makan di sebuah warung tenda pecel lele dan nasi goreng. Tidak perlulah saya menjelaskan secara detail tentang rasanya yang so-so. Namanya juga lapar, ya apapun makanannya itu pasti terasa lebih nikmat. Karena prioritas kami pada saat itu adalah kuantitas, dan bukanlah kualitas.

Tenaga sudah kembali dan kami pun melanjutkan jalan-jalan di dalam kota. Keunikan dari motor matic ini adalah nggak bisa di-starter tangan. Jadi setiap kali mesin mati kami wajib standar 2 kaki dan mengengkol hingga mesin hidup. Keadaan yang merepotkan membuat kami sedikit merasa kesal juga. Tapi daripada dipikirin, kami malah merubah cara pandangnya. Dari yang sebuah penderitaan menjadi guyonan agar perjalanannya nggak bete. Makanya, mulai saat itu motor matic kami mendapat julukan baru, Si Kehed. Sesuai sekali dengan sifatnya yang merepotkan.

Selama beberapa jam Si Kehed mengantarkan kami ke beberapa tempat yang mungkin bagi orang Malang biasa saja. Kami mampir sebentar ke sebuah katedral yang bernama Gereja Kayu Tangan. Lokasinya berada di jalan besar di samping pusat perbelanjaan dan tidak begitu jauh dari alun-alun. Arsitekturnya yang unik dan besar membuatnya sangat mudah terlihat dari arah manapun. Tidak banyak yang dapat dilakukan di sini selain cuma mengambil beberapa gambar bangunannya dari sudut yang berbeda. Halamannya yang tidak terlalu luas ternyata pernah dipakai oleh umat Muslim untuk sholat ied pada Idul Fitri 2012 lalu. Hal yang sudah jarang sekali ditemukan di ibu kota kita belakangan ini.

Sementara Si Kehed sedang asyik nongkrong di parkiran Sarinah, kami berjalan ke arah alun-alun dengan rasa penasaran. Lagi-lagi kami hanya melakukan hal yang sama. Foto-foto, nongkrong, dan sekedar lihat-lihat jajanan ringan (klise sekali). Berhubung keesokan paginya kami ingin melanjutkan perjalanan ke arah selatan Malang, maka tur dalam kota malam ini kami akhiri saja.

Gereja Kayu Tangan
Mungkin rasanya jadi lebih enak begitu keripiknya disate (alun-alun)
Malam keduanya setelah kami pulang dari perjalanan jauh dan malam masih panjang, kami sekali lagi menyempatkan untuk tur malam kembali. Si Kehed kami paksa untuk tidak beristirahat hingga malam nanti demi menemani 2 "anak hilang" ini. Terkadang Si Kehed bisa saja waras, maksudnya kadang-kadang entah kenapa dia mau di-starter dengan tangan. Tapi itu hanya terjadi 2 kali saja dari sekian banyaknya kami mencoba untuk menyalakan mesin.

Alarm perut mengingatkan kami untuk segara mencari rumah makan sesegera mungkin. Kami memutuskan untuk berkeliling dulu hingga tanpa sengaja kami melihat plang besar bertuliskan "BABI". Tanpa pikir panjang langsung saja saya tekan pedal rem dan memarkir Si Kehed di depan rumah makan itu. Pesanan langsung dibuatkan oleh si om pemilik resto ini. Memang hanya makan malam biasa, namun karena menunya "spesial", maka makan malamnya seakan menjadi pesta. Tak usahlah ditanya bagaimana rasa dan tekstur sate daging babi bakar yang dilumuri kecap rawit. Dan tak usah diragukan lagi sensasi kepuasan menyantap satu mangkok besar kuah Baikut. Serasa sudah lama sekali tidak makan makanan seenak ini. Niat kami maunya jalan gaya backpacker, tapi apa daya bila kena "godaan" macam ini. Pokoknya kami berasa hedon setelah pesta kecil itu. Dalam hal ini, mata yang lapar bukan perut yang lapar.


Sudah punya 3 tapi masih sering tersesat
Tur malam di kota kembali dilanjutkan. Menurut mbak di tourist info, di Jalan Ijen Boulevard terdapat beberapa perumahan bergaya kuno yang menurutnya bagus untuk difoto. Kenyataannya memang ada barisan rumah-rumah di pinggir jalan rayanya, tapi ini mah perumahan besar bergaya elit! Di ujung jalan terlihat bangunan besar yang membuat kami segera berhenti untuk sekedar melihat-lihat. 

Kira-kira, gedung apa yang arsitekturnya terlihat unik dibandingkan dengan gedung-gedung biasa di sebuah kota? Saya rasa salah satunya ialah katedral. Mau di kota manapun di Indonesia, gedung katedral selalu terlihat sangat kontras meski berada di antara gedung-gedung modern lainnya. Hal serupa saya alami begitu melihat Gereja Katolik Maria Bunda Karmel dari kejauhan.

Rencananya kami ingin masuk ke dalam untuk lihat-lihat interiornya, namun sedang ada misa berlangsung pada malam itu. Tidak terlalu lama kemudian kami beranjak dari gereja itu dan kembali melanglang buana tanpa tujuan demi menghabiskan waktu hingga malam hari. Dan jangan bertanya mengapa saya tidak ke Toko Oen atau Inggil Resto, karena tujuan kami jalan sebenarnya bukan untuk wisata kuliner.

Dibaca sendiri, ya!
Terlihat kontras dari kejauhan
Selama 2 malam keliling Kota Malang bersama Si Kehed, saya dapat menarik kesimpulan sementara versi saya tentang kota ini:

- Malang merupakan kota singgahan sementara untuk para turis sebelum mereka melanjutkan perjalanan ke Bromo ataupun Semeru.

- Kecil, namun bersahabat bagi pejalan kaki di bagian pusat kotanya.

- Kotanya tidak memiliki banyak wisata di dalamnya, kecuali jika kamu ingin menjelajah ke bagian kabupaten luarnya.

- Turis-turis lokal lebih memilih Batu daripada Malang yang sepi destinasi hiburan. Sejak Batu memisahkan diri beberapa tahun lalu, Batu berkembang menjadi kota rekreasi keluarga dengan destinasi andalannya: Jatim Park, Batu Night Spectacular, dll.

- Akhir tahun 2013, tourist information masih mempercayakan hanya pada 1 rental motor saja, yakni Jona's homestay. Bila di Jona's sudah habis, maka tourist info akan berkata demikian pula. Kamu bisa saja mencarinya di tempat lain, namun saya tidak bisa menjamin keamanannya.

- Anyway, saya mendapat Si Kehed bukan dari Jona's ataupun nomor kontak di bawah. Tapi dari rental lain hasil searching Google.


Contact number rental motor alternatif selain Jona's:
085331069597 (Yuli)

No comments:

Post a Comment